email: tl2010action@gmail.com
tl2010action@yahoo.co.id
twitter @TL2010action

Iman dan Dipan baru xx

(Oleh : pososp@gmail.com)
Peluh mengalir deras di dahi, punggung, perut, leher… baju coklat yang dikenakannya seolah berubah warna menjadi hitam direndam keringat. Cuaca memang sedang panas, meski sudah agak sore tapi musim kemarau ini membuatnya terasa seperti jam 12 tengah hari. mukanya memang tidak gembira tapi tidak juga sedih, iman kebanyakan menunduk ke bawah sambil melangkahkan kakinya menelusuri jalanan belakang kampus yang didatanginya hampir setiap hari. hari ini iman lagi kurang beruntung, biasanya pulang kampus selalu nebeng, tapi tugas sebagai kakak asisten membuat jam pulangnya berbeda dengan kebanyakan teman-temannya yang lain. Yeah, akhirnya sampai juga di jalanan besar yang hampir berdekatan dengan masjid tempat ia dan beberapa temannya menjadi marbot dan pengurus masjid. Sekitar 200 meter lagi sampai, tapi ini bagian yang tidak mudah dilalui. Bagaimana enggak, sekarang yang namanya mahasiswa jalan kaki itu terhitung jumlahnya, sangat sedikit. kebanyakan mereka difasilitasi motor orang tua masing-masing. Berbeda dengan iman dan geng pejalan kaki yang lain yang tidak punya motor, mungkin ada yang memang belum berkesempatan untuk membelinya tapi ada juga lo yang memang tidak mau naik motor karena lebih suka jalan kaki. Kalau iman sih kayaknya masuk ke kriteria yang pertama, pengen tapi belum punya kesempatan. Pernah sih ia punya kesempatan sekali, tapi ia siakan, dan itu menjadi penyesalan yang agak dalam baginya. Bahkan kalau ingat sampai saat ini ia masih merasa sedih mengapa menyiakan kesempatan itu. Tapi apalah daya, iman memang digariskan jadi mahasiswa yang harus berjuang lebih dari mereka yang lain, iman ditakdirkan menjadi orang yang kokoh yang harus melalui banyak halangan dan rintangan. Itulah iman. Ah sudahlah tidak baik mengingat ingat masa lalu yang hanya membuat kacau pikiran, saat ini iman harus fokus dalam melewati jalanan ini agar segera sampai di masjid dan bisa beristirahat dan mengganti baju yang sudah basah kuyub itu.

Begitu sampai di halaman masjid, sepi belum ada orang, belum waktunya ashar. Ia teringat jemuran tadi pagi yang semestinya telah kering. Sebelum masuk kamar iman naik dahulu ke bagian masjid lantai dua yang belum rampung pembangunannya, sehingga menyisakan lantai yang dimanfaatkan oleh anak-anak takmir sebagai tempat jemuran. Saat naik, iman sadar akan suara datak detuk yang muncul dari arah tempat jemuran, eh ternyata ada pak Solihin, ketua takmir masjid yang sebenarnya. Beliau ini katanya telah mengurus masjid ini sejak 20 tahun yang lalu, sejak pertama masjid ini didirikan, wah saat itu iman belum lahir dong. hehehe.

Loh, baru pulang man? Sapa pak solihin sambil megang megang kabel pompa yang ada didekat tendon air. eh, iya pak, tadi ada tugas jadi pulangnya agak telat. Pompanya kenapa pak? Jawab iman. Oh ini ndak apa-apa kok, ini masang sensor airnya biar kalian ndak capek-capek lagi ngecek terus kesini kalau airnya melimpah. Sambung beliau. Oh gitu pak, kalau gitu saya angkat jemuran dulu.

Sambil berjalan ke arah tempat kainnya di gelar kayak rombengan, iman menangkap sesuatu yang berbeda dari benda-benda yang ada disitu, rasanya kok ada yang nambah, apa ya, pikirnya. Oh iya tempat tidur. Loh, ini kan tadi pagi belum ada disini, punya siapa ya kira-kira. Ehm, sendainya bisa aku pakai di kamar. Aku udah bosan tidur ala korea melulu, batin iman dalam hati. Asik mantab juga nih dipan, kayaknya masih baru sih, tapi tanya sama siapa ya, pak solihin kali ya, siapa tahu bisa aku pakai buat sleeping beuty di kamar, hehehe. Iman masih senyum-senyum nggak jelas.

Begitu bajunya di buntel dalam kain sarung, iman berjalan mendekat ke pak solihin yang masih sibuk dengan beberapa kabel yang mengait di atas tandon. Wak aku kudu bantu bapaknya nih. Batin iman.

Pak ada yang bisa saya bantu? Tanya iman dengan buntelan baju dipeluk di depan dada. Oh nggak usah ini udah mau selese kok. Kamu baru pulang toh, istirahatlah dulu. Jawab pak solihin. Oh kalau gitu saya permisi dulu pak, kata iman. Tapi sebelum beranjak pergi kok rasanya ada sesuatu yang kelupaan, apa ya, oh iya, dipan bray. Wah aku harus tanyain tuh. Batinnya. Anu, pak, itu dipan punya siapa ya? Tanya si iman yang masih ingin memnyambung pertanyaan basa-basi nya. Eh pak solihin langsung nyahut, kenapa mau mbok pake?. Waduh arah pertanyaanku ke detect. Hahaha, batin iman. Anu, pak, kalau boleh iya saya mau pakai buat di kamar, kata iman agak pelan. Iya nggak apa-apa pakai aja, kalau disini juga kena hujan cepat rusak, mending dimanfaatin saja, sambung beliau sambil kembali sibuk dengan kabelnya. Oke deh pak. Saya mau ke bawah dulu, nanti abis ini saya bawa ke kamar deh dipannya, assalamualaikum, sambung iman sambil berlalu pergi.

Sambil turun tangga, senyuman masih mekar di bibirnya yang memiliki banyak retakan yang membuat senyuman itu terlihat aneh, ya sudahlah, memang itulah si iman. Yuhuuuu, akhirnya setelah pindah kos beberapa bulan yang lalu, tidurku bisa lebih layak, mehehe. Aku jujur udah bosan kayak nobita tiap hari, tidur di lantai, eh tapi nggak seburuk itu sih, selama ini walaupun tidur kayak nobita, aku tetap nyenyak kok tidurnya, tapi aku mau lebih kece gitu, kan kalau pakai dipan kelihatannya lebih sophisticated gitu, hehehe, batin iman masih dengan senyuman yang mekar lebih lebar.

Yessss, yessss, yessss. Tapi teman sekamarku apa-apa nggak ya, kalau aku sendiri yang pakai dipan dan dia enggak. Ah nggak apa-apa deh, kayaknya sih dia udah terlanjur pw dengan kasur kapuknya yang udah tipis kayak kulit ari itu, untungnya di bawah kasur kapuknya masih ada kasur lain yang isi kapas, dan tebal, kasur peninggalan penghuni sebelumnya. Tapi sayang seribu sayang, karena kasur kapas yang tebal itu jadi penampung air hujan kalau lagi musim hujan, ya jadinya kasur tersebut jadi nggak berbentuk, dan berubah warna menjadi kecoklat-coklatan, aku nggak tau itu baunya kayak apa, hiiii, mungkin itu sebabnya kasur kapuk yang kayak kulit ari masih dipertahanin sama dia sampai sekarang, buat jadi pelapis atau pelindung doang, so far sih dia oke-oke aja, eits tapi jangan salah temanku yang satu itu sholehnya luar biasa, kalau dibanding dia sih aku nggak ada apa-apanya. Kata iman dalam hati.

Setelah ganti pakaian dan istirahat sejenak, waktu ashar tiba. Iman bergegas berwudhu dan menuju ruang utama sholat. Adzan sholat ashar dikumandangkannya untuk memanggil hamba-hamba Allah yang hatinya kuat dan mengalahkan tipu daya syaitan. Kata Rasulullah sholat ashar berjamaah itu berat karena pengaruh syaitan sangat berat pada waktu-waktu itu. Walau jamaah isya dan subuh lebih terasa berat. Tapi waktu ashar memang istimewa jika kita tergerak untuk mendatangi sholat berjamaah, maka itu artinya kita telah mengalahkan pengaruh syaiton yang terkutuk yang berbisik dalam setiap hati-hati kita.

Alhamdulillah, air wudhu dan gerakan sholat membuat seluruh persedian tubuh terasa rileks. Iman kembali ke kamar, dibukanya lembaran alquran yang dibelinya enam tahun lalu itu, jauh sekali. Alquran yang telah melakukan perjalanan kemana-mana bersama iman setiap waktu itu ternyata berasal dari negeri yang jauh, dari Makassar. Sejak enam tahun yang lalu, Itulah mushab yang selalu menemani iman kemanapun ia pergi, bahkan ke luar negeri sekali pun, mushab alquran asal Makassar yang di belinya di gramedia mall Panakkukang itu selalu ada di tas ranselnya. Itulah si iman. Halaman demi halaman alquran ia lantunkan, persis seperti ibunya, suaranya memang mirip ibunya. Suara ibunya adalah inspirasi bagi iman. Suara yang selalu hidup dalam hati iman selama-lamanya.

Selesai melantunkan alquran, iman membaringkan tubuhnya sejenak, dalam hati kembali ia renungkan segala perjalanan hidup yang telah membawanya pergi sampai titik ini. Semua adalah perjuangan yang sengit bagi iman. Ucapan syukur menggema dalam hatinya atas segala kesempatan yang masih diamanahkan oleh Tuhannya kepadanya. Kesempatan untuk terus memperbaiki diri menjadi insan yang lebih baik. Itulah si iman.

Pemikiran yang melanglang buana kemana-mana telah membawanya kembali ke alam sadar, angin diluar terlalu berisik dan melaju kencang. Genteng-genteng diatap kamar itu bergerak diterpa angin kamarau yang menghilangkan jejak awan di cakrawala. Angin yang menerbangkan awan yang mengandung hujan menjauh dari daerah ini, menuju tempat yang Allah menghendaki hujan itu diturunkan untuk menghidupkan bumi-Nya dengan sekehendak-Nya.

Astaga, aku lupa, bisik iman. Ia langsung bergegas ke atas, di lantai dua masjid. Yeah, itu dia, dipan baruku, aseeek. Ucap iman dalam hati, senyuman yang tadi mulai muncul kembali di bibir retaknya. Wah aku harus nyoba dulu nih. Ucapnya dalam hati. Iman berbaring diatas dipan dan menghadapkan wajahnya ke arah langit yang sekan tanpa cacat, utuh, sepenuhnya biru. masyaAllah. Angin masih kencang, suara berisik dari pohon depan masjid disini lebih menderu menghasilkan suara yang jarang terdengar, saat iman menutup matanya seakan membuat ia berada diantara lapangan alang-alang yang luas di belahan afrika yang ditiup angin dan membuat dahan kecilnya menari kesana-kemari, begitu syahdu, oh iman ini rumah Allah. masyaAllah.

eh si iman mah, tadi cuma nutup mata bentar, tau nya eh malah tidur beneran. Angin yang bertiup kencang tiba-tiba berhenti dan tidak ada lagi yang mengimbangi panas matahari sore yang menyengat kulit dan membuat iman benar-benar terbangun dari tidur singkatnya karena kepanasan. Iman berdiri tegak dan melangkah kebawah mencari bantuan untuk mengangkat dipan itu kekamarnya. Eh, nggak ada orang blas, sepi. Okelah, aku kan kuat, pasti bisa dong ngangkatin ini tempat tidur, uuuhhh, kecik jugaak. Batinnya dalam hati.

Iman mengambil ancang-ancang agak berjongkok dan memegang dua bagian sisi dipan dan mengangkatnya. Tuuu kan, udah ku bilang kalau ini kecikk. Ucapnya keras, untung nggak ada orang jadi nggak ada yang dengar. Hehehe. Tapi ada masalah, kalau nurunin tangga bawa-bawa ginian repot juga, pikirnya dalam hati. Duh gimana ini, tak gelinding wae po? Whahaha, ngawur. Celotehnya lagi. A Ha, katanya lagi keras kayak anak iklan susu formula yang baru dapat ide strategi. Man iman, ono-ono ae kowe ki. iman dapat cara jitu untuk menuruni tangga beton yang menghubungkan dasar tanah dan lantai dua masjid. Iman membalikkan dipan dalam satu bagian sisinya dan menyeretnya dengan dua tangan di bagian bawah tangga, dan ternyata benar, iman berhasil. Piyuh.

Dan sekarang dipan pun masuk kamar iman, Apakah iman tidur nyenyak dengan dipan barunya? Tunggu di episode selanjutnya.
pososp
21080110110031


1 komentar: