Iman dan Dipan baru xx
(Oleh : pososp@gmail.com)
Peluh mengalir deras di dahi, punggung, perut, leher…
baju coklat yang dikenakannya seolah berubah warna menjadi hitam direndam
keringat. Cuaca memang sedang panas, meski sudah agak sore tapi musim kemarau
ini membuatnya terasa seperti jam 12 tengah hari. mukanya memang tidak gembira
tapi tidak juga sedih, iman kebanyakan menunduk ke bawah sambil melangkahkan
kakinya menelusuri jalanan belakang kampus yang didatanginya hampir setiap
hari. hari ini iman lagi kurang beruntung, biasanya pulang kampus selalu
nebeng, tapi tugas sebagai kakak asisten membuat jam pulangnya berbeda dengan
kebanyakan teman-temannya yang lain. Yeah, akhirnya sampai juga di jalanan
besar yang hampir berdekatan dengan masjid tempat ia dan beberapa temannya
menjadi marbot dan pengurus masjid. Sekitar 200 meter lagi sampai, tapi ini
bagian yang tidak mudah dilalui. Bagaimana enggak, sekarang yang namanya
mahasiswa jalan kaki itu terhitung jumlahnya, sangat sedikit. kebanyakan mereka
difasilitasi motor orang tua masing-masing. Berbeda dengan iman dan geng
pejalan kaki yang lain yang tidak punya motor, mungkin ada yang memang belum
berkesempatan untuk membelinya tapi ada juga lo yang memang tidak mau naik
motor karena lebih suka jalan kaki. Kalau iman sih kayaknya masuk ke kriteria
yang pertama, pengen tapi belum punya kesempatan. Pernah sih ia punya kesempatan
sekali, tapi ia siakan, dan itu menjadi penyesalan yang agak dalam baginya. Bahkan
kalau ingat sampai saat ini ia masih merasa sedih mengapa menyiakan kesempatan
itu. Tapi apalah daya, iman memang digariskan jadi mahasiswa yang harus berjuang
lebih dari mereka yang lain, iman ditakdirkan menjadi orang yang kokoh yang
harus melalui banyak halangan dan rintangan. Itulah iman. Ah sudahlah tidak
baik mengingat ingat masa lalu yang hanya membuat kacau pikiran, saat ini iman
harus fokus dalam melewati jalanan ini agar segera sampai di masjid dan bisa
beristirahat dan mengganti baju yang sudah basah kuyub itu.
Begitu sampai di halaman masjid, sepi belum ada orang,
belum waktunya ashar. Ia teringat jemuran tadi pagi yang semestinya telah
kering. Sebelum masuk kamar iman naik dahulu ke bagian masjid lantai dua yang
belum rampung pembangunannya, sehingga menyisakan lantai yang dimanfaatkan oleh
anak-anak takmir sebagai tempat jemuran. Saat naik, iman sadar akan suara datak
detuk yang muncul dari arah tempat jemuran, eh ternyata ada pak Solihin, ketua
takmir masjid yang sebenarnya. Beliau ini katanya telah mengurus masjid ini
sejak 20 tahun yang lalu, sejak pertama masjid ini didirikan, wah saat itu iman
belum lahir dong. hehehe.
Loh, baru pulang man? Sapa pak solihin sambil megang
megang kabel pompa yang ada didekat tendon air. eh, iya pak, tadi ada tugas
jadi pulangnya agak telat. Pompanya kenapa pak? Jawab iman. Oh ini ndak apa-apa
kok, ini masang sensor airnya biar kalian ndak capek-capek lagi ngecek terus
kesini kalau airnya melimpah. Sambung beliau. Oh gitu pak, kalau gitu saya
angkat jemuran dulu.
Sambil berjalan ke arah tempat kainnya di gelar kayak
rombengan, iman menangkap sesuatu yang berbeda dari benda-benda yang ada
disitu, rasanya kok ada yang nambah, apa ya, pikirnya. Oh iya tempat tidur. Loh,
ini kan tadi pagi belum ada disini, punya siapa ya kira-kira. Ehm, sendainya
bisa aku pakai di kamar. Aku udah bosan tidur ala korea melulu, batin iman
dalam hati. Asik mantab juga nih dipan, kayaknya masih baru sih, tapi tanya sama
siapa ya, pak solihin kali ya, siapa tahu bisa aku pakai buat sleeping beuty di
kamar, hehehe. Iman masih senyum-senyum nggak jelas.
Begitu bajunya di buntel dalam kain sarung, iman
berjalan mendekat ke pak solihin yang masih sibuk dengan beberapa kabel yang
mengait di atas tandon. Wak aku kudu bantu bapaknya nih. Batin iman.
Pak ada yang bisa saya bantu? Tanya iman dengan
buntelan baju dipeluk di depan dada. Oh nggak usah ini udah mau selese kok. Kamu
baru pulang toh, istirahatlah dulu. Jawab pak solihin. Oh kalau gitu saya
permisi dulu pak, kata iman. Tapi sebelum beranjak pergi kok rasanya ada
sesuatu yang kelupaan, apa ya, oh iya, dipan bray. Wah aku harus tanyain tuh. Batinnya.
Anu, pak, itu dipan punya siapa ya? Tanya si iman yang masih ingin memnyambung
pertanyaan basa-basi nya. Eh pak solihin langsung nyahut, kenapa mau mbok
pake?. Waduh arah pertanyaanku ke detect. Hahaha, batin iman. Anu, pak, kalau
boleh iya saya mau pakai buat di kamar, kata iman agak pelan. Iya nggak apa-apa
pakai aja, kalau disini juga kena hujan cepat rusak, mending dimanfaatin saja,
sambung beliau sambil kembali sibuk dengan kabelnya. Oke deh pak. Saya mau ke
bawah dulu, nanti abis ini saya bawa ke kamar deh dipannya, assalamualaikum,
sambung iman sambil berlalu pergi.
Sambil turun tangga, senyuman masih mekar di bibirnya
yang memiliki banyak retakan yang membuat senyuman itu terlihat aneh, ya
sudahlah, memang itulah si iman. Yuhuuuu, akhirnya setelah pindah kos beberapa
bulan yang lalu, tidurku bisa lebih layak, mehehe. Aku jujur udah bosan kayak
nobita tiap hari, tidur di lantai, eh tapi nggak seburuk itu sih, selama ini walaupun
tidur kayak nobita, aku tetap nyenyak kok tidurnya, tapi aku mau lebih kece
gitu, kan kalau pakai dipan kelihatannya lebih sophisticated gitu, hehehe, batin
iman masih dengan senyuman yang mekar lebih lebar.
Yessss, yessss, yessss. Tapi teman sekamarku apa-apa
nggak ya, kalau aku sendiri yang pakai dipan dan dia enggak. Ah nggak apa-apa
deh, kayaknya sih dia udah terlanjur pw dengan kasur kapuknya yang udah tipis
kayak kulit ari itu, untungnya di bawah kasur kapuknya masih ada kasur lain
yang isi kapas, dan tebal, kasur peninggalan penghuni sebelumnya. Tapi sayang
seribu sayang, karena kasur kapas yang tebal itu jadi penampung air hujan kalau
lagi musim hujan, ya jadinya kasur tersebut jadi nggak berbentuk, dan berubah
warna menjadi kecoklat-coklatan, aku nggak tau itu baunya kayak apa, hiiii, mungkin
itu sebabnya kasur kapuk yang kayak kulit ari masih dipertahanin sama dia
sampai sekarang, buat jadi pelapis atau pelindung doang, so far sih dia oke-oke
aja, eits tapi jangan salah temanku yang satu itu sholehnya luar biasa, kalau
dibanding dia sih aku nggak ada apa-apanya. Kata iman dalam hati.
Setelah ganti pakaian dan istirahat sejenak, waktu
ashar tiba. Iman bergegas berwudhu dan menuju ruang utama sholat. Adzan sholat
ashar dikumandangkannya untuk memanggil hamba-hamba Allah yang hatinya kuat dan
mengalahkan tipu daya syaitan. Kata Rasulullah sholat ashar berjamaah itu berat
karena pengaruh syaitan sangat berat pada waktu-waktu itu. Walau jamaah isya
dan subuh lebih terasa berat. Tapi waktu ashar memang istimewa jika kita
tergerak untuk mendatangi sholat berjamaah, maka itu artinya kita telah
mengalahkan pengaruh syaiton yang terkutuk yang berbisik dalam setiap hati-hati
kita.
Alhamdulillah, air wudhu dan gerakan sholat membuat
seluruh persedian tubuh terasa rileks. Iman kembali ke kamar, dibukanya
lembaran alquran yang dibelinya enam tahun lalu itu, jauh sekali. Alquran yang
telah melakukan perjalanan kemana-mana bersama iman setiap waktu itu ternyata
berasal dari negeri yang jauh, dari Makassar. Sejak enam tahun yang lalu, Itulah
mushab yang selalu menemani iman kemanapun ia pergi, bahkan ke luar negeri
sekali pun, mushab alquran asal Makassar yang di belinya di gramedia mall Panakkukang
itu selalu ada di tas ranselnya. Itulah si iman. Halaman demi halaman alquran
ia lantunkan, persis seperti ibunya, suaranya memang mirip ibunya. Suara ibunya
adalah inspirasi bagi iman. Suara yang selalu hidup dalam hati iman
selama-lamanya.
Selesai melantunkan alquran, iman membaringkan
tubuhnya sejenak, dalam hati kembali ia renungkan segala perjalanan hidup yang
telah membawanya pergi sampai titik ini. Semua adalah perjuangan yang sengit
bagi iman. Ucapan syukur menggema dalam hatinya atas segala kesempatan yang
masih diamanahkan oleh Tuhannya kepadanya. Kesempatan untuk terus memperbaiki
diri menjadi insan yang lebih baik. Itulah si iman.
Pemikiran yang melanglang buana kemana-mana telah
membawanya kembali ke alam sadar, angin diluar terlalu berisik dan melaju
kencang. Genteng-genteng diatap kamar itu bergerak diterpa angin kamarau yang
menghilangkan jejak awan di cakrawala. Angin yang menerbangkan awan yang
mengandung hujan menjauh dari daerah ini, menuju tempat yang Allah menghendaki
hujan itu diturunkan untuk menghidupkan bumi-Nya dengan sekehendak-Nya.
Astaga, aku lupa, bisik iman. Ia langsung bergegas ke
atas, di lantai dua masjid. Yeah, itu dia, dipan baruku, aseeek. Ucap iman
dalam hati, senyuman yang tadi mulai muncul kembali di bibir retaknya. Wah aku
harus nyoba dulu nih. Ucapnya dalam hati. Iman berbaring diatas dipan dan
menghadapkan wajahnya ke arah langit yang sekan tanpa cacat, utuh, sepenuhnya
biru. masyaAllah. Angin masih kencang, suara berisik dari pohon depan masjid
disini lebih menderu menghasilkan suara yang jarang terdengar, saat iman
menutup matanya seakan membuat ia berada diantara lapangan alang-alang yang
luas di belahan afrika yang ditiup angin dan membuat dahan kecilnya menari
kesana-kemari, begitu syahdu, oh iman ini rumah Allah. masyaAllah.
eh si iman mah, tadi cuma nutup mata bentar, tau nya
eh malah tidur beneran. Angin yang bertiup kencang tiba-tiba berhenti dan tidak
ada lagi yang mengimbangi panas matahari sore yang menyengat kulit dan membuat
iman benar-benar terbangun dari tidur singkatnya karena kepanasan. Iman berdiri
tegak dan melangkah kebawah mencari bantuan untuk mengangkat dipan itu
kekamarnya. Eh, nggak ada orang blas, sepi. Okelah, aku kan kuat, pasti bisa
dong ngangkatin ini tempat tidur, uuuhhh, kecik jugaak. Batinnya dalam hati.
Iman mengambil ancang-ancang agak berjongkok dan
memegang dua bagian sisi dipan dan mengangkatnya. Tuuu kan, udah ku bilang
kalau ini kecikk. Ucapnya keras, untung nggak ada orang jadi nggak ada yang
dengar. Hehehe. Tapi ada masalah, kalau nurunin tangga bawa-bawa ginian repot
juga, pikirnya dalam hati. Duh gimana ini, tak gelinding wae po? Whahaha,
ngawur. Celotehnya lagi. A Ha, katanya lagi keras kayak anak iklan susu formula
yang baru dapat ide strategi. Man iman, ono-ono ae kowe ki. iman dapat
cara jitu untuk menuruni tangga beton yang menghubungkan dasar tanah dan lantai
dua masjid. Iman membalikkan dipan dalam satu bagian sisinya dan menyeretnya
dengan dua tangan di bagian bawah tangga, dan ternyata benar, iman berhasil. Piyuh.
Dan sekarang dipan pun masuk kamar iman, Apakah iman
tidur nyenyak dengan dipan barunya? Tunggu di episode selanjutnya.
pososp
21080110110031
pososp
21080110110031
Gile bawa dipan sendiri...uwo
BalasHapus